Total Pageviews

Monday, September 10, 2018

Konsep Health Belief Model (HBM)


Sejarah Health Belief Model

Health belief model (HBM) dikembangkan pada awalnya pada 1950-an oleh psikolog sosial di US Public Health Service untuk menjelaskan kegagalan masyarakat dalam berpartisipasi pada program pencegahan dan deteksi penyakit (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974). Kemudian, model diperpanjang untuk mempelajari tanggapan orang terhadap gejala (Kirscht, 1974) dan perilaku mereka dalam menanggapi penyakit yang didiagnosis, terutama kepatuhan terhadap aturan medis (Becker, 1974). Meskipun model berevolusi secara bertahap sebagai tanggapan terhadap masalah kesehatan masyarakat yang sangat praktis, landasan dalam teori psikologi ditinjau untuk membantu pembaca agar memahami alasan konsep yang dipilih dan hubungan mereka, serta kekuatan dan kelemahannya.

Selama awal 1950-an, psikolog sosial akademik mengembangkan pendekatan untuk memahami perilaku yang tumbuh dari teori belajar yang berasal dari dua sumber utama: Teori Respon Stimulus (SR) (Watson, 1925) dan Teori Kognitif (Lewin, 1951; Tolman, 1932). Pakar teori SR percaya bahwa hasil belajar dari peristiwa (disebut penguatan) mengurangi dorongan fisiologis yang mengaktifkan perilaku. Skinner (1938) memformulasikan hipotesis yang diterima secara luas bahwa frekuensi perilaku ditentukan oleh konsekuensi atau penguatannya. Untuk Skinner, hubungan temporal antara perilaku dan hadiah langsung dianggap cukup untuk meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku akan diulang. Dalam pandangan ini, konsep-konsep seperti penalaran atau pemikiran tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku. 

Dipertengahan 20a-an para peneliti kesehatan di AS mulai menyoroti bagaimana cara paling efektif melakukan intervensi pendidikan kesehatan. Para peneliti ini tertarik untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat memprediksi keputusan untuk melakukan perilaku sehat. HBM ini berfokus pada presepsi ancaman dan evaluasi perilaku terkait kesehatan sebagai aspek primer untuk memahami bagaimana seseorang mempresentasikan tindakan sehat (Strecher dan Rosenstock, 1997)

HBM merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). HBM juga dapat diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai kepercayaan individu dalam berperilaku sehat (Conner, 2005). HBM adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku sehat. Perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan. HBM ini sering digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan preventif dan juga respon perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan kronis.Namun akhir-akhir ini teori HBM digunakan sebagai prediksi berbagai perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. 

Konsep utama dari HBM adalah perilaku sehat ditentukan oleh kepercaaan individu atau presepsi tentang penyakit dan sarana yang tersedia untuk menghindari terjadinya suatu penyakit. HBM pada awalnya dikembangkan pada tahun 1950an Oleh sekelompok psikolog sosial di Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat, dalam usaha untuk menjelaskan kegagalan secara luas partisipasi masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi penyakit. Kemudian, model diperluas untuk melihat respon masyarakat terhadap gejala-gejala penyakit dan bagaimana perilaku mereka terhadap penyakit yang didiagnosa, terutama berhubungan dengan pemenuhan penanganan medis.Oleh karena itu, lebih dari tiga dekade, model ini telah menjadi salah satu model yang paling berpengaruh dan secara luas menggunakan pendekatan psikososial untuk menjelaskan hubungan antara perilaku dengan kesehatan. 

Dari pengertian-pengertian mengenai HBM yang sudah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa HBM adalah model yang menspesifikasikan bagaimana individu secara kognitif menunjukkan perilaku sehat maupun usaha untuk menuju sehat atau penyembuhan suatu penyakit. HBM ini didasari oleh keyakinan atau kepercayaan individu tentang perilaku sehat maupun pengobatan tertentu yang bisa membuat diri individu tersebut sehat ataupun sembuh. 

Perkembangan dari HBM tumbuh pesat dengan sukses yang terbatas pada berbagai program Pelayanan Kesehatan Masyarakat di tahun 1950-an. Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat komponen kunci yang terlibat didalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakan melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut. Di mana komponen-komponennya disebutkan di bawah ini.


   Konsep Teoritis Health Belief Model

HBM berisi beberapa konsep utama yang memprediksi mengapa orang akan mengambil tindakan untuk mencegah, menyaring, atau mengendalikan kondisi penyakit. Awalnya, Hochbaum (1958) mempelajari persepsi tentang apakah orang percaya mereka rentan terhadap tuberkulosis dan keyakinan mereka tentang manfaat pribadi dari deteksi dini (Hochbaum, 1958). Di antara individu yang menunjukkan keyakinan baik dalam kerentanan mereka sendiri terhadap tuberkulosis dan tentang manfaat keseluruhan dari deteksi dini, 82 persen melakukan satu kali sinar X dada secara sukarela. Dari kelompok yang menunjukkan tidak satu pun dari keyakinan ini, hanya 21 persen yang melakukan sinar X secara sukarela selama periode kriteria.

Jika individu menganggap diri mereka rentan terhadap suatu kondisi, percaya bahwa kondisi tersebut akan memiliki konsekuensi serius, percaya bahwa tindakan yang tersedia bagi mereka akan bermanfaat dalam mengurangi kerentanan atau keparahan kondisi, dan percaya manfaat yang diantisipasi dari pengambilan tindakan lebih besar daripada hambatan (atau biaya) tindakan, mereka cenderung mengambil tindakan yang mereka percaya akan mengurangi risiko mereka.

Dalam kasus penyakit yang diderita seseorang secara medis (bukan hanya pengurangan risiko), komponen telah dirumuskan ulang untuk memasukkan penerimaan diagnosis, perkiraan pribadi tentang kerentanan terhadap konsekuensi penyakit, dan kerentanan terhadap penyakit secara umum. 

Konsep HBM meliputi kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan untuk perilaku, isyarat untuk bertindak, dan yang paling baru, self-efficacy. Definisi masing-masing konsep diuraikan dalam tabel berikut : 

  Tabel Konsep dari Komponen HBM dan Definisinya
Konsep
Definisi
Perceived susceptibility
Keyakinan tentang kesempatan mengalami resiko atau mendapatkan kondisi atau penyakit.
Perceived severity
Keyakinan tentang seberapa serius suatu kondisi dan sekuelnya
Perceived benefits
Keyakinan akan keberhasilan tindakan yang disarankan untuk mengurangi risiko atau keseriusan dampak
Perceived barriers
Keyakinan tentang hambatan dari tindakan yang disarankan
Cues to action
Strategi untuk mengaktifkan “kesiapan”
Self-efficacy
Keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan


Berikut ini adalah penjelasan lebih detail dari masing-masing konsep dan contohnya.

1. Perceived Susceptibility (Tingkat Kerentanan yang Dirasakan)

Kerentanan yang dirasakan mengacu pada keyakinan tentang kemungkinan mendapatkan penyakit atau kondisi. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Adalah logis bahwa ketika orang-orang percaya bahwa mereka berisiko terkena suatu penyakit, mereka akan lebih mungkin melakukan sesuatu untuk mencegahnya terjadi. Dan juga sebaliknya, ketika orang percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki risiko rendah, perilaku tidak sehat cenderung terjadi. Kerentanan yang dirasakan memotivasi orang untuk divaksinasi untuk influenza (Chen et al., 2007), untuk menggunakan tabir surya untuk mencegah kanker kulit, dan untuk menggerakkan gigi mereka untuk mencegah penyakit gusi dan kehilangan gigi.


2. Perceived severity (Tingkat Keparahan yang Dirasakan)

Perasaan tentang keseriusan mengidap penyakit atau meninggalkannya tanpa perawatan, termasuk mengevaluasi konsekuensi medis dan klinis (misalnya, kematian, kecacatan, dan rasa sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek kondisi kerja, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). 

Konstruksi keseriusan yang dirasakan berbicara kepada keyakinan seseorang tentang keseriusan atau keparahan suatu penyakit. Sementara persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, mungkin juga berasal dari keyakinan seseorang tentang kesulitan penyakit akan menciptakan atau efek yang akan terjadi pada hidupnya secara umum (McCormick-Brown, 1999) Sebagai contoh, kebanyakan orang melihat flu sebagai penyakit yang relatif ringan. Mereka mengatasinya dengan istirahat/tinggal di rumah beberapa hari, dan menjadi lebih baik. Namun, jika seseorang menderita asma, terjangkit flu bisa membawanya ke rumah sakit. Dalam hal ini, persepsi penderita tersebut tentang flu mungkin adalah bahwa flu adalah penyakit yang serius. Atau, jika seorang penderita tersebut adalah wiraswasta, ada upah yang hilang dalam satu minggu atau lebih saat dia sakit flu. Sekali lagi, ini akan memengaruhi persepsi seseorang tentang keseriusan penyakit ini. 

Kombinasi perceived susceptibility dan perceived severity telah diberi label sebagai ancaman yang dirasakan. Hal itulah yang menjelaskan mengapa meskipun seseorang menganggap diri mereka berisiko (perceived susceptibility) untuk HIV karena perilaku seks tidak aman mereka, tetapi mereka masih tidak mempraktekkan seks yang lebih aman. Tetapi ketika perceived susceptibility dikombinasikan dengan severity, hal itu akan menghasilkan persepsi ancaman atas penyakit serius yang memiliki risiko nyata. Dengan demikian memungkinkan perilaku seseorang tersebut berubah.


3. Perceived Benefit (Manfaat yang dirasakan) 

Persepsi terhadap ancaman apakah akan mengarah pada perubahan perilaku atau tidak, akan dipengaruhi oleh keyakinan seseorang mengenai manfaat yang dirasakan dari berbagai tindakan yang tersedia untuk mengurangi ancaman penyakit tersebut. Orang cenderung mengadopsi perilaku yang lebih sehat ketika mereka percaya perilaku baru akan mengurangi perkembangan penyakit. Orang-orang akan berusaha makan sayuran setiap hari jika mereka tidak percaya itu bermanfaat. Begitu juga orang akan berhenti merokok jika mereka tidak percaya itu dapat menghentikan keparahan penyakit mereka. Persepsi lainnya yang tidak terkait dengan kesehatan, misalnya penghematan keuangan terkait dengan berhenti merokok atau menyenangkan anggota keluarga dengan mammogram, juga dapat mempengaruhi keputusan perilaku. Dengan demikian, individu-individu yang menunjukkan keyakinan optimal dalam kerentanan dan keparahan menerima tindakan kesehatan yang direkomendasikan ketika menganggap tindakan tersebut berpotensi menguntungkan dengan mengurangi ancaman.


4. Perceived Barriers (Hambatan yang Dirasakan)

Gagasan terakhir dari HBM membahas masalah hambatan yang dirasakan untuk berubah. Hal itu dikarenakan perubahan perilaku bukanlah sesuatu yang mudah bagi mayoritas orang. Ini adalah evaluasi diri individu terhadap hambatan dalam perjalanannya mengadopsi perilaku baru.

Potensi aspek-aspek negatif dari tindakan kesehatan tertentu menjadi hambatan yang dirasakan untuk melakukan perilaku yang direkomendasikan. Suatu jenis analisis biaya-manfaat non-sadar, terjadi di mana individu menimbang manfaat yang diharapkan dari tindakan dengan hambatan yang dirasakan. Contohnya : tindakan ini bisa membantu saya, tetapi mungkin mahal, memiliki efek samping negatif, tidak menyenangkan, tidak nyaman, atau menyita waktu. Gabungan tingkat kerentanan dan keparahan memberikan energi atau kekuatan untuk bertindak dan persepsi manfaat (minus hambatan) menyediakan jalur tindakan yang disukai" (Rosenstock, 1974). Agar perilaku baru dapat diadopsi, seseorang perlu mempercayai manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada konsekuensi/dampak dari melanjutkan perilaku lama (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, 2004). Hal ini memungkinkan hambatan untuk diatasi dan perilaku baru yang akan diadopsi.


5. Cues To Action (Isyarat untuk Bertindak)

Berbagai formulasi awal dari HBM termasuk konsep isyarat yang dapat memicu tindakan. Hochbaum (1958), misalnya, berpikir bahwa kesiapan untuk mengambil tindakan (kerentanan yang dirasakan dan manfaat yang dirasakan) hanya dapat diperkuat oleh faktor-faktor lain, terutama oleh isyarat untuk memicu tindakan, seperti peristiwa fisik, atau oleh peristiwa lingkungan, seperti publisitas media. Meskipun konsep isyarat disebut sebagai mekanisme pemicu yang menarik, isyarat untuk bertindak sulit untuk dipelajari dalam survei penjelasan. Isyarat bisa sekilas seperti bersin atau persepsi yang hampir tidak sadar dari sebuah poster.


6. Self Efficacy

Self-efficacy tidak pernah secara eksplisit dimasukkan ke dalam formulasi awal dari HBM. Model asli dikembangkan dalam konteks tindakan kesehatan preventif terbatas (menerima tes skrining atau imunisasi) yang tidak dianggap melibatkan perilaku kompleks. Pada tahun 1988, self-efficacy ditambahkan ke empat keyakinan asli dari HBM (Rosenstock, Strecher, & Becker, 1988). Self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan hasil (Bandura, 1997). Orang pada umumnya tidak mencoba melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka berpikir mereka dapat melakukannya. Jika seseorang percaya perilaku baru itu berguna (manfaat yang dirasakan), tetapi tidak berpikir bahwa ia mampu melakukannya (hambatan yang dirasakan), kemungkinan itu tidak akan dicoba

Banyak literatur mendukung pentingnya self-efficacy dalam inisiasi dan pemeliharaan perubahan perilaku (Bandura, 1997). Agar perubahan perilaku berhasil, orang harus (seperti teori HBM yang asli) merasa terancam oleh pola perilaku mereka saat ini (kerentanan dan keparahan yang dirasakan) dan percaya bahwa perubahan dari jenis tertentu akan menghasilkan hasil yang berharga dengan biaya yang dapat diterima (manfaat yang dirasakan). Mereka juga harus merasa diri mereka kompeten untuk mengatasi hambatan yang dirasakan untuk mengambil tindakan.


Hubungan antara komponen dalam konsep HBM ditunjukkan Gambar sebagai berikut :


Komponen Heatlh Belief Model dan Hubungan Antara Komponennya (Glanz et.al, 2008)


Komponen HBM digambarkan pada gambar di atas. Panah menunjukkan hubungan antar konstruksi. Modifying factor termasuk pengetahuan dan faktor sosiodemografi dapat mempengaruhi persepsi kesehatan. Kepercayaan kesehatan termasuk konstruksi utama dari HBM: kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan, dan self-efficacy. Modifying factor mempengaruhi persepsi ini, seperti halnya isyarat untuk bertindak. Kombinasi keyakinan mengarah pada perilaku. Dalam kotak "health belief", kerentanan dan keparahan yang dirasakan digabungkan untuk mengidentifikasi ancaman (perceived threat).

Modifying Factor dalam hal ini adalah variabel demografi, sosiopsikologis, dan struktural yang beragam dapat mempengaruhi persepsi dan, dengan demikian, secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Empat konsep utama persepsi (kerentanan, keparahan, manfaat, dan hambatan) dimodifikasi oleh variabel lain, seperti budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, keterampilan, dan motivasi. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik individu yang memengaruhi persepsi pribadi. Misalnya, jika seseorang didiagnosis menderita kanker kulit dan berhasil diobati, ia mungkin memiliki persepsi kerentanan yang tinggi karena pengalaman masa lalu dan lebih sadar akan paparan sinar matahari karena pengalaman masa lalu. Namun bisa juga sebaliknya, pengalaman masa lalu ini dapat mengurangi persepsi keseriusan seseorang karena kanker mudah diobati dan disembuhkan. 






DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. Self-efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman, 1997.

Becker, M. H. “The Health Belief Model and Personal Health Behavior.” Health Education Monographs, 1974.

Chen, ].K., Fox, S.A., Cantrell, C.H., Stockdale, S.E., 8: Kagawa-Singer, M. (2007). Health disparities and prevention: Raciallethnic barriers to flu vaccinations. Journal of Community Health, 32(1), 5-20.
Centers for Disease Control and Prevention. (2004). Program Operations

Glanz, K., Rimer, B.K., Viswanath., (2008), Health behavior and health education : theory, research, and practice, Jossey-Bass, San Francisco.

Hochbaum, G. M. Public Participation in Medical Screening Programs: A Socio-Psychological Study. Washington, D.C.: U.S. Dept. of Health, Education, and Welfare, 1958.

Janz, N. K., and Becker, M. H. “The Health Belief Model: A Decade Later.” Health Education Quarterly, 1984.
Mccormiclc-B'rown, K. (1999). Health Belief Model. Retrieved September 27, 2005, from http://hsc.us£edu/~kmbrown/Health_Belief_Model_Overview.htm.

Rosenstock, I. M. “What Research in Motivation Suggests for Public Health.” American Journal of Public Health, 1960.

Rosenstock, I. M. “The Health Belief Model and Preventive Health Behavior.” Health Education Monographs,1974.

Rosenstock, I. M., Strecher, V. J., and Becker, M. H. “Social Learning Theory and the Health Belief Model.”Health Education Quarterly, 1988.


Rosenstock, I. M., Strecher, V. J., and Becker, M. H. “The Health Belief Model and HIV Risk Behavior Change.” In J. Peterson and R. DiClemente (eds.), Preventing AIDS: Theory and Practice of Behavioral Interventions. New York: Plenum, 1994.


No comments:

Post a Comment